Rabu, 29 April 2020

Sejarah Yogyakarta

Guru Madrasah
Selamat datang di Blog yang pada kesempatan ini akan mengulas tentang Sejarah Yogyakarta dengan singkat dan untuk penjelasannya simaklah ulasan berikut. Antara tahun 1568 sampai dengan 1586 di Pulau Jawa bagian tengah berdiri kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya di mana semasa mudanya beliau dikenal/terkenal dengan nama Jaka Tingkir. Dalam pertikaian dengan Adipati dari daerah Jipang yang bernama Arya Penangsang, beliau berhasil menjadi pemenang  dengan bantuan dari beberapa orang panglima perangnya, diantaranya yang terkenal adalah Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Sutawijaya, seorang Hangabei yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan mendapat sebutan “Ngabehi Loring Pasar”.
 Selamat datang di Blog  yang pada kesempatan ini akan mengulas tentang  Sejarah Yogyakarta

Sebagai balas jasa telah membantu Sultan Panjang, Ki Ageng Pemanahan dengan puteranya di hadiahi sebidang tanah yang disebut hutan Mentaok, yang saat itu masih berupa belantara, dan kemudian dibangunlah menjadi sebuah “ tanah perdikan”.

Sesurut Kerajaan Pajang, Sutawijaya yang juga menjadi putera angkat Sultan Pajang kemudian mendirikan kekuasaan baru yakni kerajaan Mataram di atas hutan Mentaok dan mengangkat diri sebagai raja dengan gelarnya “Panembahan Senopati”.

Salah seorang putera Sutawijaya dari perkawinannya dengan puteri Pati, keturunan Penjawi, memerintah sebagai raja kedua yakni Raden Mas Jolang dan memiliki dengan gelar “Panembahan Krapyak”. Penganti selanjutnya raja mataram adalah Raden Mas Jetmika, putera dari Ratu Adi, yang bergelar “Sultan Agung Hanyakrakusumo, beliau adalah patriot sejati dan terkenal akan perjuangannya beliau merebut kota Batavia yang sekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC suatu organisasi dagang milik bangsa Belanda.

Pada permulaan abad ke-18 kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Pakubuwono II. Setelah beliau mangkat terjadilah pertikaian keluarga antara salah seorang putera beliau dengan salah seorang adik beliau yang merupakan hasil hasutan penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Pertikaian itu akhirnya dapat diselesaikan dengan baik dengan perjanjian Giyanti yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah pilihan Nagari yang artinya pembagian kerajaan menjadi dua yakni kerajaan Surakarta Hadiningrat di bawah pemerintahan putera Sunan Paku Buwono III dan kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan Paku Buwono II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ini kemudian secara umum disebut sebagai Yogyakarta dan sering singkat menjadi Jogja.

Pada tahun 1813 Sri Sultan Hamengku Buwono I menyerahkan sebagian dari wilayah kerajaannya yang terletak di sebelah Barat Sungai Progo, kepada salah seorang puterannya yang bernama pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas dengan kedaulatan penuhnya. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri Paku Alam I sedangkan daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto.

Sesaat setelah Proklamasi kemerdekaan RI, Sri Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VII masing-masing mengeluarkan amanat yang pada pokoknya Negara kesultanan dan Kadipaten, sepenuhnya berdiri di belakang Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari negara persatuan Republik Indonesia yang selanjutnya berstatus Daerah Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan Provinsi) sampai sekarang.